Patih Sengkuni: Wajah Licik di Balik Senyum Manis dalam Mahabarata

Patih Sengkuni adalah salah satu tokoh pewayangan yang memiliki daya tarik tak terelakkan dalam kisah Mahabarata. Karakternya yang licik, cerdik, dan ambisius membuatnya menjadi salah satu antagonis utama dalam epos Hindu tersebut. Di balik senyumnya yang manis, Sengkuni mampu mengatur jebakan-jebakan dan konspirasi yang merugikan para Pandawa, yang menjadikannya salah satu tokoh pewayangan yang penuh kontroversi.

Karakteristik tokoh Sengkuni juga paralel pada wajah perpolitikan di era modern ini. Silahkan baca DISINI-KLIK!

Asal-Usul Sengkuni

Sengkuni adalah putra dari Prabu Kiswara (nama lainnya:Prabu Suwala/Suprala). Sengkuni memiliki 4 saudara yaitu Prabu Gandara, Dewi Gandari (Permaisuri Raja Destarata, ibu dari para Kurawa), Harya Sarabasata, Harya Gajaksa. Sengkuni memiliki beberapa nama lain yaitu;Harya Suman, Trigantalpati, Suwalaputra.

Sengkuni bertempat tinggal di Plasajenar. Istrinya bernama Dewi Sukesti dan memiliki 3 anak yaitu; Arya Antisura, Arya Surabasah dan Dewi Antiwati. Dewi Antiwati ini menikah dengan seorang patih bernama Patih Udawa, patih dari negara Dwarawati dimana rajanya adalah Prabu Kresna.

Menurut cerita dalam Mahabarata, Sengkuni adalah jelmaan dewa/bathara yaitu Bathara Dwapara, dewa pengrusak, musuh keutamaan. Sehingga Sengkuni digambarkan memiliki watak licik, dengki, kurang ajar, tidak punya sopan-santun, asal ngeyel (waton sulaya) dan tidak menepati janji.

Ketika masih muda Sengkuni bernama Trigantalpati merupakan seorang satria yang rupawan. Wujudnya berubah jadi cacat dan jelek dengan bibir mewek setelah berperang dan dihajar oleh Patih Gandamana. Saat itu baik Trigantalpati/Sengkuni bersama dengan Gandamana sama-sama mengabdi di kerajaan Hastinapura. Gandamana sudah lebih dahulu menjadi patih dari Prabu Pandu, raja Hastinapura. Karena Sengkuni mengincar kedudukan patih, maka siasat licik dan fitnah mulai dia tebarkan. Gandamana masuk jebakan Sengkuni. Patih Gandamana teperangkap dalam sebuah sumur dan dihujani dengan berbagai senjata dan batu, kemudian sumur tersebut ditutup. Ternyata Patih Gandamana tidak mati dan melakukan balas dendam. Dihajarlah Sengkuni habis-habisan sehingga berubahlah wujud Sengkuni yang tadinya seorang satria yang tampan menjadi buruk muka dan badanya penuh cacat.

Setelah putra dari Prabu Pandu yaitu Destarata menjadi raja Hastinapura menggantikan ayahnya, dan Prabu Destarata tadi menikah dengan Dewi Gandari (adiknya Sengkuni), diangkatlah Sengkuni menjadi Patih di kerajaan Hastinapura. Kedudukannya sebagai patih ini terus berlanjut sampai Prabu Destarata digantikan oleh anaknya, yaitu Prabu Duryudana (anak sulung dari 100 orang saudaranya yang dikenal dengan Kurawa).

Kejadian Awal Patih Sengkuni

Patih Sengkuni pertama kali muncul secara mencolok dalam Mahabarata ketika Duryudana (Suyudana), putra Raja Destarastra atau Destarata, mengundang sepupu mereka, para Pandawa, untuk bermain dadu. Sengkuni berperan sebagai penasehat cerdik Duryudana dan memanipulasi permainan dadu tersebut sehingga Pandawa kehilangan segalanya, termasuk kerajaan mereka. Saat itu, Sengkuni menunjukkan kecenderungannya untuk bertindak tidak adil demi kepentingan pribadi.

Licik dan Ambisius

Karakteristik utama Patih Sengkuni adalah kecerdikannya yang tak terbatas. Ia selalu mencari cara untuk memperkuat posisi Duryudana dan melemahkan Pandawa. Kepintarannya dalam politik dan konspirasi menjadikannya pemain kunci dalam berbagai intrik yang merugikan Pandawa. Di antara tindakan liciknya, Sengkuni juga memainkan peran dalam upaya untuk mencelakai Pandawa, termasuk berbagai usaha pembunuhan terhadap mereka.

Pengkhianat yang Terampil

Patih Sengkuni juga dikenal sebagai pengkhianat ulung. Ia merahasiakan rencana-rencana jahatnya di balik senyumannya yang manis. Salah satu pengkhianatan terbesarnya adalah ketika ia ikut campur dalam perang Bharatayudha (Perang darah Mahabarata), yang memakan banyak korban jiwa dari kedua belah pihak. Sengkuni berperan aktif dalam memanipulasi perang dan menciptakan konflik-konflik yang mengakibatkan banyak kehancuran.

Akhir yang Tragis

Meskipun Patih Sengkuni adalah sosok yang licik dan jahat, akhir hidupnya sendiri juga tragis. Setelah kematian Duryudana dan seluruh saudaranya, Sengkuni mengalami kekalahan yang memilukan dalam perang. Ia pun dikhianati oleh sekutunya sendiri, Duryudana, yang menuduhnya menjadi penyebab dari kehancuran keluarganya. Akhirnya, Sengkuni tewas dalam perang dengan Pandawa. Sengkuni mati ditangan Bima (Werkudara).

Dalam cerita perang besar Bharatayuda, semua panglima telah gugur (Bhisma, Karna, Drona, Salya), Duryudana bingung, menghadapi kekalahan yang hanya tinggal menunggu saat kematian Sengkuni. Sengkuni maju ke medan perang, melepaskan anak panahnya yang berubah menjadi ular-ular yang tak terhitung. Banyak prajurit Pandhawa tewas digigit ular. Arjuna menggunakan kekuatan angin untuk mengusir awan panah yang menjelma menjadi ular yang menghampiri mereka. Sengkuni sangat sakti, tidak ada senjata yang bisa menaklukkannya. Arjuna kalah dan Bima pun bingung karena tidak dapat mengalahkan Sengkuni.

Krishna/Kresna sebagai perwujudan Dewa Wisnu mengerti penyebabnya. Semua senjata tidak dapat menembus lengannya Sengkuni yang keras. Sengkuni dulu pernah dilumuri minyak Tala diseluruh badanya sehingga kebal berbagai macam senjata pusaka. Kecuali bagian pantat/anus yang tidak terkena minyak Tala dan disitulah titik kelemahan Sengkuni. Setelah diberitahu oleh Kresna, Bima pun memahami kelemahan Sengkuni. Bima akhirnya mengangkat Sengkuni, menjungkirkannya, dan menancapkan sejata Kuku Pancanaka ke bagian anus Sengkuni dan merobeknya hingga ke bagian mulut. Maka matilah Sengkuni dengan sangat tragis sekaligus memalukan.

Penutup

Patih Sengkuni adalah salah satu tokoh pewayangan yang paling menarik dalam Mahabarata. Sifat licik, ambisius, dan pengkhianatannya membuatnya menjadi tokoh yang kontroversial dalam kisah epik tersebut. Meskipun kecerdikannya dihargai oleh Duryudana, Patih Sengkuni akhirnya mendapat balasan atas perbuatannya yang jahat. Kisahnya mengingatkan kita akan pentingnya etika dan moralitas dalam setiap tindakan, bahkan di dalam dunia pewayangan.

Enjoyed this post? Never miss out on future posts by :

Next Post Previous Post
No Comment
Add a comment
comment url