Layang-Layang Raksasa

Cerita anak-anak tentang petualangan bersama layang-layang raksasa.

Awal Keisenganku

Hari ini merupakan hari yang mendebarkan hatiku. Ya, Sabtu ini merupakan hari terima rapot semester ganjil. Ayah pergi ke sekolah untuk mengambil buku raporku, beliau mengajak adik, sedangkan aku tinggal di rumah bersama bunda. Ketika aku mulai merasa jenuh menunggu kedatangan ayah dan adikku, tiba-tiba mataku menatap sebuah layang-layang besar milik ayah yang tersimpan di gudang belakang rumah. Layang-layang besar itu sering dipakai untuk lomba oleh ayah bersama teman-temannya. Sebuah layang-layang besar berbentuk burung elang terbuat dari bahan parasut dengan kerangka fiber yang kuat.

"Hmm...belum pernah aku diajak Ayah memainkan layangan itu, .....gimana ya rasanya main layangan besar....nggak ada salahnya aku coba daripada cuman bengong aja sejak tadi" begitu pikirku. Diam-diam layang-layang itu aku ambil dengan hati-hati supaya tidak ketahuan bunda. "Huuh....repot juga bawa layangan sebesar ini" gerutuku sambil berjalan ke lapangan dekat persawahan, tempat anak-anak kampung biasa bermain. Sesampainya di lapangan ternyata belum ada seorang anak pun yang bermain di tempat itu, masih sepi. Sayang sekali, karena layangan ini harus dimainkan banyak orang dan memang nggak bisa dimainkan sendirian. Ketika sedang asyik di tengah lapangan sambil melempar pandangan ke semua arah, berharap ada teman yang datang, tiba-tiba saja angin bertiup sangat kencang. Saking kencangnya angin bertiup, layang-layang besar itupun terangkat. Aku panik banget, tapi tetap berusaha memegang talinya yang terbuat dari nylon. Aku tidak mau layangan itu 'kabur' dan hilang, ayah bisa marah kalau itu sampai terjadi. Tapi bagaimana ini? tubuh kecilku tak mampu menahan tarikan layang-layang yang makin membumbung tinggi. Ya ampun, sekarang akupun ikut terbawa naik keatas sambil tetap memegang tali layangan. Panik, bingung, takut semuanya jadi satu dan akupun mulai menangis.

Baca cerita anak lainnya: Memetik Rambutan

Situasi Maki Gawat

Angin terus-menerus bertiup dan membawa layang-layang serta tubuhku makin naik...naik..dan terus naik. Tingginya pohon kelapa pun telah terlampaui dan tubuhku makin terangkat keatas.

"Tolong...tolong...tolooooong!!" aku berteriak bercampur tangis, tapi keadaan dibawah memang sepi sehingga tak seorangpun dengar teriakanku. Layangan raksasa ini telah membawaku melintasi beberapa rumah di perkampungan tempat tinggalku. "Bunda...Bunda...tolong akuuuuu!" teriakku ketika melintas diatas rumahku. Sayang bunda tidak mendengar teriakanku dan tetap asyik menjemur pakain di halaman belakang. Dari atas sini, bunda yang gendut jadi terlihat kecil sekali. Rumah-rumah pun terlihat cuma sebesar korek api, begitu pula pepohonannya. Petak-petak sawah yang menghijau dan liukan sungai yang seperti seekor ular raksasa. Orang -orang yang sedang berjalan di bawah tampak seperti semut. Meski masih tegang, akupun mulai bisa menikmati pemandangan indah sekitar kampungku dari atas sini. Beberapa burung seriti yang kebetulan terbang melintas dibawahku, terlihat panik. Mungkin burung-burung itu mengira kalau layang-layang berbentuk elang ini sebagai burung elang betulan.

Akhirnya Pun Pasrah

Aku sudah tidak menangis lagi, sebab percuma saja, kini aku tinggal mengikuti kemana layang-layang ini akan mendarat. Aku berdoa semoga bisa mendarat dengan selamat, jangan sampai deh...nyangkut ke kabel listrik. Tiupan angin mulai reda, dan layang-layang inipun perlahan-lahan turun. Tapi...kok arahnya ke sungai?. "Waduh...bener-bener gawat nich!" teriakku sendirian. Dan.....'byuuuur'.....aku dan layang-layang sial ini pun tercebur ke sungai!.

Untungnya Bisa Selamat

Tenagaku hampir habis ketika harus berjalan pulang sambil membawa layang-layang yang makin berat karena basah. Apalagi, barusan tadi aku berayun-ayun diangkasa, berpegangan pada seutas tali sambil menahan berat badanku sendiri. Tanganku terasa pegal semua. Tapi........kalau dipikir-pikir asyik juga petualanganku barusan, bisa terbang seperti burung dan ternyata sangat indah melihat pemandangan dari atas. Menegangkan sekaligus menyenangkan, meskipun aku tidak mau mengulanginya lagi karena memang sangat berbahaya, bisa bikin celaka!. Untung saja aku tidak kenapa-kenapa, "slamet...slamet...slamet...slamet" batinku.

LihatTutupKomentar